Wajah Buruk Demokrasi.BBM Tetap Naik Tanpa Peduli Rakyatnya
Written By Unknown on Minggu, 23 Juni 2013 | 06.21
2013 menang mutlak 338 suara. Sementara
yang kontra 181 suara. Ini berarti pemerintah
tidak lagi memiliki halangan untuk
menaikkan harga BBM.
Mengerikan, bagaimana mungkin kebijakan
yang akan sangat mempengaruhi nasib rakyat,
ditentukan dengan voting. Itupun dalam
suasana yang penuh canda, lelucon, dan
celetukan-celetukan yang tidak lucu dari
wakil rakyat yang lembaganya kerap
mendapat gelar lembaga korup itu.
Padahal apapun argumentasi mereka yang
menaikkan BBM, kebijakan ini pasti akan
menambah penderitaan rakyat. Selama ini
tidak pernah terbukti,kenaikan BBM,
membuat rakyat lebih sejahtera, pelayanan
pendidikan dan kesehatan masyarakat semakin
baik. Tidak pernah terbukti. Yang terjadi
adalah sebaliknya.
Ketika voting yang menentukan, kita juga
mempertanyakan, apa relevansinya
argumentasi pro dan kontra yang diajukan
oleh masing-masing pihak? Benarlah apa yang
pernah dikatakan oleh Muhammad Iqbal,
pemikir Pakistan, saat mengkritik demokrasi.
“Demokrasi hanya menghitung jumlah kepala,
tapi tidak memperhitungkan isi kepala
(pemikiran)!”
Klaim bahwa demokrasi akan menjadikan
suara rakyat sebagai penglima juga tidak
terbukti. Rakyat banyak sesungguhnya tidak
pernah dilibatkan apalagi menjadi penentu
dalam pengambilan keputusan ini. Yang
mentukan adalah anggota DPR yang
dikontrol oleh pemilik modal, yang mengklaim
wakil rakyat, bertindak atas nama rakyat,
namun bukan untuk kepentingan rakyat.
Yang diuntungkan dalam kebijakan ini jelas-
jelas adalah para pemilik modal yang bermain
dalam bisnis minyak ini baik di hulu maupun di
hilir.
Rakyat nyaris tidak pernah ditanya, apakah
mereka setuju atau tidak. Suara-suara
rakyat justru diabaikan atau dibungkam.
Yang ada adalah kampanye sepihak penguasa
yang terus menyebarkan kebohongan tentang
pentingnya kenaikan BBM ini. Hasil survey
Lembaga Survei Nasional (LSN), dimana
sebanyak 86,1% responden menolak rencana
pemerintah menaikkan harga BBM, 12,4%
setuju dan 1,5% responden menyatakan tidak
tahu, tentu tidak diperhitungkan sama
sekali.
Seperti yang ditulis peraih hadiah nobel
ekonomi, Josep Stiglitz ketika mengkritik
kondisi politik ekonomi Amerika, yang terjadi
bukanlah dari rakyat, oleh rakyat , dan
untuk rakyat. Namun Of the 1 %, by the 1%,
for 1 % . Menurut Stigliz apa yang terjadi
dalam proses politik demokrasi Amerika
sepenuhnya dikendalikan oleh sekelompok
kecil orang , yakni 1 % dari orang-orang
superkaya, yang menggunakan pengaruh
politik mereka untuk memastikan bahwa
ekonomi Amerika diatur sedemikian rupa
sehingga mereka (para pemilik modal yang 1 %
itu) merupakan penerima manfaat yang
utama.
Hal yang lebih kurang sama terjadi di
Indonesia. Kebijakan ini tidak lain untuk
melayani kepentingan segelintir pemilik modal
terutama asing dengan komprador lokalnya.
Kenaikan harga BBM ini tidak lain merupakan
kepatuhan total terhadap merupakan
amanat Letter of Intens (LoI) International
Monetary Fund (IMF). IMF mewajibkan
Indonesia menghapuskan subsidi BBM. Walhasil
pangkal masalahnya adalah kebijakan
liberalisasi migas yang dilegalkan oleh UU
pro liberal yang merupakan produk demokrasi.
Menaikkan BBM meskipun menyengsarakan
rakyat, merupakan kepatuhan rezim SBY
sebagai anggota G20. Dalam forum G-20 di
Pittsburgh (2009) dan Gyeongju (2010),
proposal penghapusan subdisi BBM makin
gencar disuarakan. Di Pittsburgh, G20
memaksa negara anggotanya, termasuk
Indonesia, segera menghapus subsidi BBM
secara bertahap. Di Gyeongju, Korea
Selatan, Pemerintah Indonesia menjanjikan
akan melaksanakan penghapusan subdisi
energi, khususnya BBM dan TDL, dimulai pada
tahun 2011.
Dalam sistem demokrasi, rakyat justru
selalu dikorbankan lewat kebijakan yang
mengatasnamakan rakyat. Memang setiap
kebijakan politik pastilah beresiko, yang kita
pertanyakan kenapa rezim demokratis ini
selalu memilih resiko yang membuat rakyat
menderita. Kalaupun kekurangan dana,
kenapa pemerintah tidak mengambil alih
pengelolaan tambang-tambang emas, minyak,
batu-bara, yang sebagian besar dikuasai oleh
asing?
Kenapa SBY tidak melakukan penghematan
anggaran mulai dari diri dan birokratnya
terlebih dahulu. Pemborosan anggaran
justru banyak dilakukan oleh pejabat
negara : gaji Presiden SBY mencapai US$
124.171 atau sekitar Rp 1,1 miliar per tahun
(tertinggi ketiga di dunia); anggaran
perjalanan dinas para pejabat negara Rp 21
trilun.
Menurut FITRA, Presiden SBY menghabiskan Rp
839 juta hanya untuk urusan bajunya.
Sementara anggaran furniture Istana
Negara mencapai Rp 42 miliar setiap
tahunnya. Untuk penyusunan pidatonya
saja, Presiden SBY pun harus menggerus dana
APBN sebesar Rp1,9 milyar. Sedangkan untuk
kebutuhan pengamanan pribadi, presiden SBY
juga menggelontorkan uang APBN sebesar
Rp52 milyar. Ini menunjukkan tidak ada
memori kepentingan rakyat dalam benak rezim
SBY !
Dengan mengembalikan kepemilikan tambang-
tambang ini kepada rakyat, dan
menggunakan keuntungannya sepenuhnya
untuk rakyat, pemerintah akan bisa
mengatasi banyak persoalan kekurangan dana
di Indonesia. Kenapa pemerintah justru lebih
takut kepada IMF dan Bank Dunia, dibanding
kepada rakyat ?
Bukti bahwa rezim SBY lebih melayani
negara-negara Barat imperialis, bisa dilihat
ketika rezim ini menyetorkan dana 38,1
trilyun kepada IMF untuk menyelamatkan
kebangkrutan negara-negara Barat.
Ironisnya, untuk obat atas kenaikan BBM
pemerintah hanya memberikan kompensasi
sebesar 9,3 trilyun untuk rakyat.
Bukti lain rezim SBY melayani segelintir elit
pemilik modal, Pemerintah menyiapkan dana
sebesar Rp 155 miliar untuk penanggulangan
bencana Lumpur Lapindo, di Jawa Timur. Hal
itu terungkap dalam Pasal 9 Rancangan
Undang-Undang (RUU) Tahun 2013 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2013. Padahal bencana
Lapindo ulah pengusaha yang rakus yang
masih kaya raya hingga kini. Bisa jadi ini
merupakan kompensasi dari dukungan partai
tertentu terhadap kenaikan BBM.
Kita kembali teringat apa yang disebutkan
oleh Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam
kitab Nida’ul Har (Seruan Hangat),
tentang penyebab terjadinya tragedi di dunia
Islam. Pendiri Hizbut Tahrir ini menegaskan:
“Sesungguhnya umat Islam telah mengalami
tragedi karena dua musibah. Pertama,
penguasa mereka menjadi antek-antek kafir
penjajah. Kedua, di tengah mereka diterapkan
hukum yang tidak diturunkan oleh Allah,
yaitu diterapkan sistem kufur.”
Hal ini tampak jelas di Indonesia. Munculnya
kebijakan yang merugikan rakyat seperti ini
tidak lain disebabkan karena keberadaan
rezim penguasa, yang menjadi boneka negara-
negara imperialis. Membebek dan tunduk
terhadap tekanan penguasa kafir penjajah
melalui organ-organ penjajahan mereka
seperti IMF dan Bank Dunia. Rezim penguasa
dengan dukungan menteri-menteri pro liberal,
anggota parlemen yang korup, lebih memilih
melayani kepentingan asing dari pada rakyat
mereka sendiri.
Namun semua ini bisa berlangsung karena ada
sistem politik dan ekonomi yang
melegalkannya. Yaitu sistem demokrasi dan
ekonomi kapatalis yang diterapkan di
Indonesia.
Karena itu perubahan nyata akan terjadi,
berbagai derita rakyat akan bisa dihilangkan,
kalau dua penyebab ini dihentikan. Pertama
dengan mengganti sistem kufur demokrasi
dengan sistem negara Khilafah yang
menerapkan syariah Islam secara totalitas.
Dan yang kedua adalah mengganti penguasa-
penguasa boneka di negeri Islam dengan
penguasa (Khalifah) yang amanah dan
melayani kepentingan rakyat. Inilah yang
harus menjadi agenda bersama perjuangan
umat.
Terakhir, kita mengingatkan kepada rezim
SBY, doa Rosulullah bagi penguasa yang
mendzolimi rakyatnya sendiri. Ya Allah,
barangsiapa memiliki hak mengatur suatu
urusan umatku, lalu ia memberatkan/
menyusahkan mereka, maka beratkan/
susahkan dia; dan barang siapa memiliki hak
mengatur suatu urusan umatku, lalu ia
memperlakukan mereka dengan baik, maka
perlakukanlah dia dengan baik. (HR Ahmad
dan Muslim)
Label:
News
Posting Komentar